Meski terasanya seperti nyinyiran, sentilan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla dinilai harus direspon positif oleh Rizal Ramli.
Sentilan tersebut terkait perubahan nama Kementerian Koordinasi Bidang Kemaritiman di website resmi dan kartu nama menjadi Kementerian Koordinasi Bidang Maritim dan Sumber Daya.
"Karena meskipun perubahan nama tersebut mengarah ke perbaikan istilah, tetapi nama situs resmi suatu instansi pemerintah tetap harus sesuai dengan nomenklaturnya," kata mantan Jubir Presiden Gus Dur, Adhie M Massardi berbincang dengan wartawan di Jakarta Pusat, Senin (7/3/2016).
Namun, kata Adhie, senantiasa lebih bijak bila Jusuf Kalla menyampaikannya tidak melalui publik, melainkan internal pemerintah. Sehingga menjadi suatu sinergi, bukan justru perkeruh situasi.
"Akan lebih indah dan terkesan menjadi negarawan senior kalau selain menyentil, Pak JK juga memberi keteladanan kepada para juniornya di pemerintahan. Bagaimana seharusnya mentaati nomenklatur, tupoksi, undang-undang dan, tentu saja, yang paling mendasar adalah: mematuhi konstitusi," kata Koordinator Gerakan Indonesia Bersih ini.
Disinggung apa nomenklatur dan tupoksi Wapres JK, malah Adhie menyebut belum jelas saat ini.
Menurutnya, Pasal 4 ayat 2 UUD 1945 hanya menyebut, "Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden."
"Karena kita kan memakai sistem presidensial, konstitusi tidak menjabarkan tugas pokok dan fungsi Wapres. Beda dengan menteri yang tugas pokok dan fungsinya diatur dalam konstitusi (Pasal 17 ayat 3), Wapres bekerja 100 persen atas perintah Presiden. Jadi bilamana tidak ada penugasan dari presiden, wapres harus duduk manis di istananya," urainya.
Berbeda dari era Presiden Soeharto, kata Adhie, Wakil Presiden memiliki tupoksi yang jelas. Meskipun hanya berpayung Keputusan Presiden.
"Pada era Soeharto, ada Keppres (keputusan presiden) yang memerintahkan wapres melakukan pengawasan pembangunan (wasbang). Saat Sudharmono wapres, beliau membuka ‘kotakpos 5000’ untuk menampung pengaduan masyarakat yang tidak puas atas kinerja pemerintahan," ujarnya.
Begitu juga dengan era Presiden Gus Dur. Ada Keppres 121 Tahun 2000 yang melegitimasi Megawati dalam menjalankan tugas dan fungsi, khususnya dalam melaksanakan tugas teknis pemerintahan sehari-hari.
"Saya tidak tahu apakah Presiden Joko Widodo sudah membuat Keppres sejenis untuk Pak JK. Kalau belum, Pak JK tidak memiliki kewenangan memanggil menteri, baik untuk rapat, memberikan tugas, apalagi menegur menteri yang menjalankan perintah presiden sesuai konstitusi," kata Adhie.
Menurutnya, di semua negara yang memakai sistem presidensial, tak ada wapres yang bisa malang-melintang di pentas politik pemerintahan. Apalagi mengatur proyek pemerintah.
"Itulah karenanya banyak orang tak tahu siapa wapresnya Obama. Ada Al Gore, wapres AS era Clinton yang cukup terkenal, karena sering keliling dunia mengampanyekan isu lingkungan (perubahan iklim). Tapi itu atas perintah Presiden Clinton" kata Adhie.
Maka dari itu, sambung Adhie, setelah mmenyentil Menko Rizal mengenai nomenklatur, supaya tak dicemooh masyarakat, JK harus segera melaksanakan tupoksi kewapresannya menurut konstitusi.
"Rizal Ramli hanya meluruskan nama belaka. Tupoksinya tetap mengacu kepada Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2015 Tentang Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman. Pertanyaannya yang mana lebih berbahaya bagi negara, meluruskan nama dengan tetap menjalankan tupoksinya atau bertindak jauh melampoi tupoksi yang membuat pemerintahan menjadi seperti dikemudikan oleh dua nakhoda?" kata Adhie.